Wednesday, October 28, 2015

[Kimiasutra] Santen Suranten, Pendekar Banten

Beginilah nasib negara ‘berkembang’ kek Indonesia. Sebenernya, disebut negara ‘berkembang’ hari gini keren juga. Bayangkan, Indonesia diprediksi Bank Dunia bakal jadi negara dengan perkembangan tertinggi di dunia setelah China tahun ini! Bahkan, negara-negara keren kek Amerika dan Eropa malah kembang kempis karena kurang berkembang. Tapi, sayangnya Mbah Google bukanlah dukun yang adil. Kalo ditanya soal bahan makanan yang umum di Barat, seperti susu, keju, pasti beliau lancar komat-kamit. Tapi, giliran ditanya makanan ‘negara berkembang’ seperti tempe, santan, tahu pong, yang ada cuma banyak asep menyan ngepul, jam muter, dan sedikit mantra. Sisanya, blank! Jadi, lebih gampang nulis soal sejarah sushi daripada santan. Nasib surasib!

Jadi, inilah cerita ala kadarnya hasil dari nyambung-nyambungin data yang ada dengan logika kimia seperti biasa. Alkisah, ada tiga Pendekar Susu yang jagoan di dunia persilatan. Yang  pertama Pendekar Susu Shaolin, asalnya dari gunung-gunung di Barat daratan Tiongkok, sakti mandraguna. Kulitnya putih mengkilap, bentuknya..... ah tidak perlu dijelaskan lagi! Sebagai pendeta Shaolin yang satu ini 100% vegetarian dari kedelai. Tubuhnya mengandung 2,9% karbohidrat, 3,5% protein, dan 2% lemak, sisanya air. Namanya: So Ya Milk – alias Susu Kedelai! Minuman ini memang populer di Tiongkok, sumber protein nabati untuk sarapan

Yang kedua berasal dari Pegunungan Susu Alpen, sama-sama putih kulitnya cuma lebih smoleg. Yang ini asalnya 100% dari hewan, juga sakti bikin sehat. Kandungannya beda tipis sama So Ya Milk cuma banyak lemaknya jadi agak gemuk, maklum asalnya dari daging – 4,9% karbohidrat, 3,3% protein, 3,4% lemak, sisanya air. Inilah Cow Milk alias Susu Sapi, pendekar dari Alpen, sudah terkenal manfaatnya bagi kesehatan.  

Mengapa yang satu dari kedelai dan yang satu dari sapi, kok warnanya bisa sama-sama putih? Bukan karena kandungannya, tetapi dari strukturnya. Jadi, kalau dilihat dibawah kaca pembesar, dalam kedua Pendekar Susu ini terdiri dari air yang didalamnya mengambang jutaan gelembung kecil seperti bubble tea atau biji selasih. Biji selasih ini isinya lemak yang dikelilingin protein, jadi biji itemnya lemak (tidak larut di air) dan yang empuk-empuk adalah protein. Ketika ada cahaya, maka akan memantul di permukaan biji selasih, terus mantul lagi ke biji selanjutnya, sehingga warnanya putih! Karena cahaya terpantul sempurna oleh cairan ini.  

Pendekar Susu yang ketiga, adalah Pendekar Banten, Kang Santen Suranten. Yang ini agak edan bentuknya: 55,58% karbohidrat, 9,75% protein, 34,01% minyak, sisanya air. Weleh! Bentuk fisiknya jadi gembrot mirip Pendekar Po di Kung Fu Panda. Warnanya sama-sama putih, karena lemak dan proteinnya membentuk biji selasih juga, tapi gede-gede banget butirannya. Dan, saking banyak minyaknya, lama-lama pecah, yang lemak ngambang diatas, yang cair dibawah dan jadi kurang warna putihnya. Lapisan atasnya bahasa Prancisnya ‘creme de la creme’, bahasa Bantennya ‘santen dina santen’. Ini penuh sama lemak dan karbohidrat, makanya gurih dan enak! Hehehe. Nama inggrisnya: Coconut Milk alias Susu Kelapa! Bukan kelapa susu yang di Karawang ya...

Kandungan minyak yang tinggi ini yang membuat minyak kelapa ‘enak’ dimasak jadi sayuran, lodeh dan lain-lain. Dan, santan juga mengandung gula sekitar 1,53%, sehingga lengkap sudah racikannya. Lalu, mengapa makanan bersantan yang dihangatkan kembali lebih enak rasanya?

Masih ingat Kimiasutra jaman dahulu kala di Decanter Wine House bersama Yohan Handoyo? Nah, waktu itu kita membahas soal ‘browning’ atau reaksi Maillard. Reaksi ini, ditemukan tahun 1912 oleh Louis-Camille Maillard, bertanggung jawab untuk kenikmatan segala makanan gorengan berwarna coklat mulai dari cireng sampai roti Breadtalk. Konon, dengan suhu sekitar 154oC, maka protein akan bereaksi dengan gula membentuk molekul-molekul kecil yang sedap rasanya, yang disebut gurih, enak, gosong-gosong mak nyus. Aroma molekul yang sama yang disemprotkan di bakeri-bakeri supaya pelanggan terbujuk mampir, hehehe.

Jadi, santan yang memang mengandung protein dan gula, ketika dipanaskan lagi, dalam keadaan kadar airnya sudah menurun (sudah kering) dan suhunya tinggi (154oC) dalam minyak goreng, maka reaksi Maillard akan berlangsung, dan... keluarlah aroma-aroma gurih nan sedap, yang disebut Blendrang itu (usul Pak Bondan... Kalo makanan Mak Nyus dihangatkan lagi namanya apa? Mak Blendrang... hehehe). Sama seperti yang terjadi ketika steak dipanggang, salmon di-grill, makanan di-blendrang, reaksi Maillard akan bekerja. Dan terutama makanan mengandung Pendekar Santen Suranten, yang lengkap gula-protein-nya, maka makin sedaplah sesudah dihangatkan!

Tapi, hati-hati! Makanan angetan ini kurang begitu sehat juga. Bahayanya adalah bahwa ketika dingin, ada kemungkinan tumbuh bakteri dalam makanan, yang bisa berbahaya bagi kesehatan, seperti botulinum. Sebaiknya, makanan disimpan di kulkas atau freezer supaya bakteri tidak bisa berkembang. Dan lagi, jangan terlalu gosong! Jika terlalu panas, maka reaksi Maillard akan dilanjutkan oleh Reaksi Tutung (ditemukan Kang Tutung Suratung ketika meneliti pengaruh suhu kompor pada lapisan terluar nasi liwet kastrol – hayyah!), yakni jadi hangus makanannya. Kalo karbohidrat saja cuma jadi karbon, tapi protein bisa menjadi senyawa fenol yang bisa menyebabkan kanker. Jadi, sekali-sekali sih boleh, asal jangan terlalu panas dan gosong waktu ngangetin...

Salam,


Harnaz