Beginilah nasib negara ‘berkembang’ kek
Indonesia. Sebenernya, disebut negara ‘berkembang’ hari gini keren juga.
Bayangkan, Indonesia diprediksi Bank Dunia bakal jadi negara dengan
perkembangan tertinggi di dunia setelah China tahun ini! Bahkan, negara-negara
keren kek Amerika dan Eropa malah kembang kempis karena kurang berkembang.
Tapi, sayangnya Mbah Google bukanlah dukun yang adil. Kalo ditanya soal bahan
makanan yang umum di Barat, seperti susu, keju, pasti beliau lancar
komat-kamit. Tapi, giliran ditanya makanan ‘negara berkembang’ seperti tempe,
santan, tahu pong, yang ada cuma banyak asep menyan ngepul, jam muter, dan
sedikit mantra. Sisanya, blank! Jadi, lebih gampang nulis soal sejarah sushi
daripada santan. Nasib surasib!
Jadi, inilah cerita ala kadarnya hasil dari
nyambung-nyambungin data yang ada dengan logika kimia seperti biasa. Alkisah,
ada tiga Pendekar Susu yang jagoan di dunia persilatan. Yang pertama Pendekar Susu Shaolin, asalnya dari
gunung-gunung di Barat daratan Tiongkok, sakti mandraguna. Kulitnya putih
mengkilap, bentuknya..... ah tidak perlu dijelaskan lagi! Sebagai pendeta
Shaolin yang satu ini 100% vegetarian dari kedelai. Tubuhnya mengandung 2,9%
karbohidrat, 3,5% protein, dan 2% lemak, sisanya air. Namanya: So Ya Milk –
alias Susu Kedelai! Minuman ini memang populer di Tiongkok, sumber protein
nabati untuk sarapan
Yang kedua berasal dari Pegunungan Susu Alpen,
sama-sama putih kulitnya cuma lebih smoleg. Yang ini asalnya 100% dari hewan,
juga sakti bikin sehat. Kandungannya beda tipis sama So Ya Milk cuma banyak
lemaknya jadi agak gemuk, maklum asalnya dari daging – 4,9% karbohidrat, 3,3%
protein, 3,4% lemak, sisanya air. Inilah Cow Milk alias Susu Sapi, pendekar
dari Alpen, sudah terkenal manfaatnya bagi kesehatan.
Mengapa yang satu dari kedelai dan yang satu
dari sapi, kok warnanya bisa sama-sama putih? Bukan karena kandungannya, tetapi
dari strukturnya. Jadi, kalau dilihat dibawah kaca pembesar, dalam kedua
Pendekar Susu ini terdiri dari air yang didalamnya mengambang jutaan gelembung
kecil seperti bubble tea atau biji selasih. Biji selasih ini isinya lemak yang
dikelilingin protein, jadi biji itemnya lemak (tidak larut di air) dan yang
empuk-empuk adalah protein. Ketika ada cahaya, maka akan memantul di permukaan
biji selasih, terus mantul lagi ke biji selanjutnya, sehingga warnanya putih!
Karena cahaya terpantul sempurna oleh cairan ini.
Pendekar Susu yang ketiga, adalah Pendekar
Banten, Kang Santen Suranten. Yang ini agak edan bentuknya: 55,58% karbohidrat,
9,75% protein, 34,01% minyak, sisanya air. Weleh! Bentuk fisiknya jadi gembrot
mirip Pendekar Po di Kung Fu Panda. Warnanya sama-sama putih, karena lemak dan
proteinnya membentuk biji selasih juga, tapi gede-gede banget butirannya. Dan,
saking banyak minyaknya, lama-lama pecah, yang lemak ngambang diatas, yang cair
dibawah dan jadi kurang warna putihnya. Lapisan atasnya bahasa Prancisnya
‘creme de la creme’, bahasa Bantennya ‘santen dina santen’. Ini penuh sama
lemak dan karbohidrat, makanya gurih dan enak! Hehehe. Nama inggrisnya: Coconut
Milk alias Susu Kelapa! Bukan kelapa susu yang di Karawang ya...
Kandungan minyak yang tinggi ini yang membuat
minyak kelapa ‘enak’ dimasak jadi sayuran, lodeh dan lain-lain. Dan, santan
juga mengandung gula sekitar 1,53%, sehingga lengkap sudah racikannya. Lalu,
mengapa makanan bersantan yang dihangatkan kembali lebih enak rasanya?
Masih ingat Kimiasutra jaman dahulu kala di
Decanter Wine House bersama Yohan Handoyo? Nah, waktu itu kita membahas soal
‘browning’ atau reaksi Maillard. Reaksi ini, ditemukan tahun 1912 oleh
Louis-Camille Maillard, bertanggung jawab untuk kenikmatan segala makanan
gorengan berwarna coklat mulai dari cireng sampai roti Breadtalk. Konon, dengan
suhu sekitar 154oC, maka protein akan bereaksi dengan gula membentuk
molekul-molekul kecil yang sedap rasanya, yang disebut gurih, enak,
gosong-gosong mak nyus. Aroma molekul yang sama yang disemprotkan di
bakeri-bakeri supaya pelanggan terbujuk mampir, hehehe.
Jadi, santan yang memang mengandung protein
dan gula, ketika dipanaskan lagi, dalam keadaan kadar airnya sudah menurun
(sudah kering) dan suhunya tinggi (154oC) dalam minyak goreng, maka
reaksi Maillard akan berlangsung, dan... keluarlah aroma-aroma gurih nan sedap,
yang disebut Blendrang itu (usul Pak Bondan... Kalo makanan Mak Nyus
dihangatkan lagi namanya apa? Mak Blendrang... hehehe). Sama seperti yang
terjadi ketika steak dipanggang, salmon di-grill, makanan di-blendrang, reaksi
Maillard akan bekerja. Dan terutama makanan mengandung Pendekar Santen
Suranten, yang lengkap gula-protein-nya, maka makin sedaplah sesudah
dihangatkan!
Tapi, hati-hati! Makanan angetan ini kurang
begitu sehat juga. Bahayanya adalah bahwa ketika dingin, ada kemungkinan tumbuh
bakteri dalam makanan, yang bisa berbahaya bagi kesehatan, seperti botulinum.
Sebaiknya, makanan disimpan di kulkas atau freezer supaya bakteri tidak bisa
berkembang. Dan lagi, jangan terlalu gosong! Jika terlalu panas, maka reaksi
Maillard akan dilanjutkan oleh Reaksi Tutung (ditemukan Kang Tutung Suratung
ketika meneliti pengaruh suhu kompor pada lapisan terluar nasi liwet kastrol –
hayyah!), yakni jadi hangus makanannya. Kalo karbohidrat saja cuma jadi karbon,
tapi protein bisa menjadi senyawa fenol yang bisa menyebabkan kanker. Jadi,
sekali-sekali sih boleh, asal jangan terlalu panas dan gosong waktu
ngangetin...
Salam,
Harnaz